- Tujuan cerita harus jelas dan tidak terlalu banyak.
- Sebagai contoh, dari kisah Daud & Goliat, kita dapat memperoleh banyak pelajaran yang dapat kita sampaikan ke anak-anak, misalnya agar anak-anak kita menjadi pemberani, selalu mengandalkan Tuhan dan lain-lain. Dari sekian banyak tujuan kita menceritakan kisah di atas, ambil 1 atau 2 saja untuk kita jadikan tujuan kita bercerita. Sama seperti apabila kita disuguhkan 20 makanan favorit kita, mungkin piring pertama s/d piring ke-5 kita masih dapat memakannya dengan lahap, namun masuk piring ke-6 dan seterusnya, tentu tidak akan lagi nikmat rasanya dan kita akan memuntahkannya. Demikian pula tujuan bercerita. Apabila dalam bercerita, tujuan yang hendak kita capai dalam diri anak-anak kita terlampau banyak, maka tidak satupun akan "nyantol" ke diri anak-anak kita.
- Dalam sesi bercerita, tujuan cerita perlu diulang baik itu di awal cerita, di bagian tengah, dan terutama di bagian penutup. Dengan cara seperti ini, anak-anak akan lebih mendapatkan penekanan akan apa yang diharapkan dari mereka setelah mendengarkan cerita ini.
- Pembukaan dan penutupan cerita harus dibuat semenarik mungkin.
- Pembukaan dan penutupan cerita yang "hambar" akan membuat cerita secara keseluruhan menjadi tidak menarik.
- Contoh-contoh pembukaan yang kurang menarik:
- "Halo adik-adiiiik! Masih ingat cerita Kakak minggu yang lalu?" Kalimat bergaris bawah di atas umumnya akan membuat anak-anak "khawatir" akan ditanya sesuatu yang mereka sudah lupa. Dengan kekhawatiran ini, anak-anak menjadi kurang tertarik mendengarkan kita.
- Dari awal sudah jadi guru "preman" alias marah-maraaah saja bawaannya:(
- Menyebutkan nama-nama tokoh Alkitab yang akan diceritakan kisahnya. Tidak jarang anak-anak sudah hafal dengan cerita-cerita populer dalam Alkitab. Contoh: kisah Adam dan Hawa. Apabila dari awal kita sudah menyebutkan nama kedua tokoh ini, bisa jadi anak-anak akan mengatakan bahwa mereka sudah tahu cerita ini dan tentunya hal ini membuat mereka kurang tertarik untuk mendengarkan kita. Sebagai gantinya, di awal kita bisa memberikan ilustrasi yang mirip dengan kisah Adam dan Hawa sambil menyebutkan tujuan yang hendak dicapai dalam cerita tersebut, baru menyebutkan nama kedua tokoh di atas . Contoh: "Adik, adik, siapa disini yang pernah dibujuk sama teman untuk memberikan contekan?! Atau siapa yang pernah dibujuk sama teman untuk merokok?! Waaaah, adik-adik nurut nggak sama teman adik-adik waktu itu?"
- Hal-hal yang perlu diperhatikan di tengah-tengah ketika bercerita:
- Perhatikan kebiasaan-kebiasaan buruk kita yang mungkin terjadi, misalnya: memilin rambut, membenahi kacamata yang turun, agar jangan sampai mengganggu konsentrasi guru maupun murid.
- Perhatikan agar pandangan kita tidak hanya ke satu sisi saja, melainkan memandang ke seluruh murid yang ada.
- Gerak tubuh harus disesuaikan dengan cerita.
- Intonasi suara harus disesuaikan dengan cerita. Hindari intonasi suara yang "datar".
- Ekspresi wajah harus disesuaikan dengan cerita.
- Gunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh anak-anak, namun hindari menggunakan bahasa "cadel" meskipun mengajar balita.
- Menggunakan alat peraga sangatlah penting untuk meningkatkan daya tangkap anak-anak terhadap isi cerita.
- Tindak lanjut.
- Ketika kita bercerita dengan tujuan untuk pertumbuhan rohani maupun moral anak-anak, hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah menindaklanjuti pengajaran tersebut.
- Tindak lanjut disini bertujuan untuk memastikan anak-anak kita mempraktekkan apa-apa yang telah mereka pelajari dari cerita yang kita sampaikan.
- Tindak lanjut disini dapat dilakukan melalui obrolan melalui telepon, kunjungan ke rumah murid, atau melalui buku penghubung guru dan orangtua murid. Diharapkan dengan komunikasi semacam ini, penanaman pelajaran yang telah dilakukan guru dapat berbuah secara nyata dalam diri anak-anak.
Sumber Gambar: Stuffapostolicslike.blogspot.com
No comments:
Post a Comment