horizontal banner

Tuesday 16 October 2012

Renungan: Apa Tugas Orangtua? (Bagian 1 dari 2)

 
Sejak saya menjadi orangtua, saya beberapa kali merenung mengenai apa sebenarnya tugas orangtua. Semakin anak besar, semakin saya merenungkan hal ini. Semakin saya merenung, semakin saya menyadari bahwa tugas orangtua itu berat. Sangat berat. Bahkan beberapa orang mengatakan ini adalah tugas terberat di dunia. Sebagaimana orangtua muda, sejak menjadi orangtuapun saya dan suami sering mencari referensi bagaimana menjadi orangtua yang baik, bagaimana mendidik anak-anak dengan baik. Begitu banyak referensi yang kami baca, sampai kadang kami bingung sendiri akibat tidak sedikit dari referensi-referensi tersebut yang kadang saling bertolak belakang ;)
 
Kamipun menyadari bahwa ternyata tugas orangtua lebih dari sekedar mencari nafkah bagi anak-anak kami. Ternyata mencari nafkah hanyalah sebagian kecil kewajiban orangtua untuk memenuhi kebutuhan fisik anak. Yes, kebutuhan fisik. Ternyata ada yang lebih penting dari kebutuhan fisik : kebutuhan emosional.
 
Kadang saya suka sedih kalau memikirkan betapa banyak anak yang "disia-siakan" oleh orangtua mereka. Tidak hanya disia-siakan secara fisik, namun secara emosional. Saya suka sedih memikirkan betapa orangtua jaman sekarang, termasuk kadang kami sendiri, oleh karena itu kami terus memperbaiki diri, begitu sibuk dengan diri kami sendiri. Sibuk mencari nafkah. Sibuk memikirkan bisnis. Sibuk mengejar deadline. Sibuk dengan segudang kegiatan mereka yang "menarik" di luar sana. Sibuk sibuk sibuk. Bahkan saking sibuknya, para orangtua berpikir seolah-olah "cukup" jika mereka telah memenuhi kebutuhan fisik anak, yaitu memberikan makan, membelikan baju dan mainan baru, atau mengajak mereka berlibur.
 
Tidak jarang saya sedih memikirkan kadangkala kita sebagai orangtua tidak punya waktu untuk "memperpintar" diri sendiri untuk menjadi orangtua yang semakin baik. Padahal di sisi lain kita semua tahu, betapa orangtua itu telah diberi kepercayaan dari Tuhan untuk mendidik, membesarkan anak-anak manusia untuk kelak menjadi berkat bagi kehidupan di bumi ini. Bumi yang sangat membutuhkan manusia-manusia dengan karakter. Tidak pernah bumi membutuhkan hal ini melebihi sekarang ini. Kadang saya berpikir, betapa tanpa persiapan apapun, terutama pengetahuan, banyak pasangan langsung "nyemplung" untuk menjadi orangtua. Bagaimana jika setelah mempunyai anak, pasangan-pasangan ini tetap tidak punya waktu untuk belajar bagaimana menjadi orangtua yang terbaik bagi anak-anak mereka?
 
(Bersambung...)
 
Sumber gambar: rineyjordan.com

Friday 5 October 2012

Cinta Yang Berpikir: Metode Pendidikan Charlotte Mason

Ketika saya mencari keluarga-keluarga lain pelaku homeschooling di Jakarta Selatan lewat milis SekolahRumah, saya kenalan dengan keluarga yang menerapkan sebuah metode homeschooling yang sebelumnya kurang akrab di kuping saya: metode Charlotte Mason. 

Kalau Montessori dan unschooling saya pernah dengar sebelumnya, namun Charlotte Mason saya baru dengar. Sayapun mencari tahu mengenai metode ini, karena nampaknya menarik. Dan setelah mencari tahu lebih jauh, akhirnya saya berkenalan dengan buku yang ditulis oleh Ibu Ellen Kristi yanng berjudul Cinta Yang Berpikir. Buku ini merupakan “pengantar“ sebelum kita berkenalan lebih akrab dengan metode pendidikan Charlotte Mason (CM).
Di buku ini dijelaskan singkat mengenai siapa itu CM, bagaimana metodenya, dan juga ada komparasi metode CM dengan metode-metode pendidikan lainnya terutama yang digunakan dalam homeschooling.
CM adalah wanita berkewarganegaraan Inggris yang merupakan salah satu tokoh pendidikan yang berpengaruh di dunia hingga saat ini. Beliau telah menulis pandangannya mengenai  pendidikan sebanyak 6 volume, dan di artikel ini saya akan sedikit memaparkan poin-poin penting yang menjadi “andalan” dan “pembeda” antara metode ini dengan metode lainnya. Berikut beberapa “andalan” dari metode ini yang praktis dan begitu berkesan buat saya pribadi: (untuk memahami metode CM, tidak cukup jika hanya membaca buku Cinta Yang Berpikir melainkan harus membaca keenam volume tulisan Beliau mengenai pendidikan)

  1.  Anak harus diekspos sebanyak mungkin dengan alam (nature) sejak dini, karena disitulah mereka akan belajar menggunakan panca inderanya secara maksimal, termasuk melatih kemampuan observasi, kemampun imajinasi, juga akan membuat anak-anak lebih bahagia serta lebih mengenal kepada Sang Pencipta dan ciptaanNya.
  2. Anak harus sejak dini disuguhkan buku-buku terbaik yang bermakna dan dapat menciptakan "relasi" dengan anak. CM menggunakan istilah "living book" untuk buku dengan kriteria demikian. Jadi disini, CM sangat pantang memberikan anak-anak buku-buku teks "kering" yang hanya bersifat "teoritis", tanpa "emosi" atau "makna" di dalamnya, sehingga setelah membaca buku-buku teks tersebut, anak hanya akan memahami teori yang ada, mungkin juga menghafalnya, namun karena kurang kesan ataupun makna yang ditangkap oleh anak, pemahaman ataupun hafalan tersebut tidak akan berdampak secara jangka panjang dan tidak akan tercipta "relasi" antara anak dengan buku tersebut. Contohnya adalah, ketika anak sedang mempelajari gaya gravitasi, tentunya akan sangat berbeda "dampaknya" antara anak yang disuguhkan buku teks berisi teori-teori mengenai gaya gravitasi, dengan anak yang disuguhkan buku biografi Isaac Newton dimana antara lain menceritakan bagaimana Isaac Newton melewati berbagai eksperimen sebelum akhirnya ia berhasil menemukan teori gaya gravitas:) :) :)
  3. Narasi. Dalam metode CM, pembelajaran terbaik bukanlah dengan menghafal atau dengan memberikan soal-soal berupa pilihan ganda ataupun essay, melainkan dengan meminta anak menarasikan apa yang baru ia baca. Jadi disini anak selalu diminta untuk menceritakan kembali "living book" yang baru ia baca. Dengan melakukan narasi, anak belajar mengumpulkan data, mengolahnya, mengklasifikasikannya, dan setiap elemen dalam otaknya akan bekerja untuk "mengeluarkan" kembali hasil pengolahan dan pengklasifikasian informasi tersebut. Ditambah, dengan melakukan narasi, kemampuan menulis maupun public speaking anak akan terus dilatih:)
  4. Jam belajar yang singkat. Metode ini sangat mementingkan latihan fokus dan konsentrasi bagi anak. Dalam mekanisme membaca living books saja, selalu ditekankan bahwa anak akan diminta untuk membuat narasi setelah ia membaca buku tersebut 1 kali. Bukan setelah 2 kali, ataupun 3 kali. Cukup 1 kali, dengan model slow reading.  Dengan latihan dan pembiasaan pemusatan konsentrasi anak seperti ini, jam belajar anak menjadi singkat. Untuk kelas 1 SD saja misalnya, anak cukup belajar dari jam 9.00 s/d jam 11.00. Dengan demikian, anak memiliki waktu luang yang banyak untuk mereka melakukan apa saja yang mereka minati, bermain di alam bebas, bergabung dengan berbagai komunitas ataupun klub olahraga, ikut kursus-kursus, ataupun menghabiskan waktu bersama keluarga.
Begitu luar biasanya metode ini sehingga tidak mungkin saya tuangkan dalam 1 artikel. Empat poin di atas barulah sebagian keciiiil saja dari penjabaran metode CM yang memandang pendidikan sebagai kehidupan, sebagai atmosfir, dan sebagai disiplin (education is a life, an atmosphere and a discipline).

Disadur bebas dari buku "Cinta Yang Berpikir" oleh Ellen Kristi dan dari amblesideonline.com.

Sumber Gambar: harmonyartmom.blogspot.com