horizontal banner

Sunday 30 October 2011

Tidur Penting Banget Buat Anak!

Tidur penting banget buat anak. Saking pentingnya, tidur dimasukkan dalam "kurikulum pendidikan" yang harus orangtua terapkan di rumah. Begitu kata Dr. Chris Idzkiwoski, ahli masalah tidur dari The Edinburgh Sleep Centre.

1. Tidur dan proses belajar

Tidur penting dalam proses belajar. Dengan cukup tidur, kemampuan menghafal dan konsentrasi belajar akan meningkat. Dalam tidur ada proses konsolidasi memori, artinya saat tidur semua ingatan anak pada saat itu akan diproses sehingga mudah dikeluarkan saat dibutuhkan kembali. Tidur juga meningkatkan kreativitas dan kemampuan analisis anak. Hormon-hormon yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi kerja otak aktif diproduksi saat anak sedang tertidur pulas. Kondisi tersebut memungkinkan sel-sel saraf merakit pengetahuan yang permanen sifatnya.

2. Tidur dan kebugaran

Berdasarkan penelitian, selama tidur semua sel tubuh (termasuk sel otot, hati, ginjal, tulang sumsum dan sel otak) mengalami pemulihan. Dengan demikian, anak akan lebih bersemangat dalam beraktivitas. Selain itu, hormon kortisol, yaitu hormon yang membantu anak menghadapi stres dan mengurangi kepenatan, mencapai titik tertinggi sejak tengah malam hingga pagi dini hari. Jadi tidak heran jika anak akan tampak loyo apabila jam tidur malamnya kurang.

3. Tidur siang tidak kalah penting

Tidur siang juga tidak kalah penting lhoo Bu, Pak..terutama bagi bayi dan balita (sebagian besar anak akan berhenti tidur siang setelah berusia 5 tahun ke atas). Manfaat tidur siang yaitu:
a. Membantu agar anak tidak terlalu lelah yang bisa membuat anak rewel
b. Membuat otak kembali segar
c. Memberikan tubuh anak kesempatan untuk beristirahat.

Agar anak kita mudah tidur siang, yang dapat kita lakukan antara lain:
a. Memberikan makanan yang mengandung serotonin, seperti pisang, susu dan yoghurt.
b. Ciptakan suasana nyaman dan tenang.
c. Hindari makan terlalu banyak sebelum tidur, karena jika sistem pencernaan bekerja terlalu keras maka justru dapat mengusir kantuk.

Yuk, kita galakkan lagi jadwal tidur teratur buat anak-anak kita tercinta! :)


Sumber: Nakita No. 645/TH. XIII/8 - 14 Agustus 2011 halaman 24-25

Wednesday 26 October 2011

Latih Anak Tidur Sendiri

Tidur itu penting, ya buat orang dewasa, apalagi untuk anak-anak. Dengan kwalitas tidur yang baik, tentu akan berpengaruh ke vitalitas fisik anak, sehingga juga akan berdampak positif ke rasa percaya diri anak. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, anak akan mampu berkreasi, berinovasi, dan berani untuk melangkah menuju kesuksesan dalam hidupnya. 

Dalam artikel yang saya baca di www.sekolahorangtua.com , terdapat beberapa kasus dimana anak yang memiliki kwalitas tidur yang buruk, dapat berdampak buruk pada rasa percaya dirinya, sehingga tak jarang berakibat tidak baik pada prestasinya di sekolah. Selain itu, juga dapat mengakibatkan anak mudah gelisah, temperamental dan emosi negatif lainnya.

Salah satu hal yang dapat menyebabkan anak memiliki kwalitas tidur yang tidak baik adalah perubahan tidak wajar dari yang sebelumnya tidur bersama orangtua menjadi harus tidur sendiri. Yang saya maksud dengan "tidak wajar" disini adalah perubahan yang berlangsung terlambat, mendadak dan tidak kondusif. Contoh: anak remaja yang selama 15 tahun hidupnya tidur bersama ibunya dan kemudian secara mendadak harus jauh dari sang ibu dan tidur bersama temannya di kamar asrama, besar kemungkinan akan mengalami tidur yang tidak nyenyak. Kasus yang lain, anak kelas 4 SD yang biasanya selalu tidur bersama kedua orangtuanya, ketika mendadak disuruh tidur sendiri, mengakibatkan prestasi di sekolahnya menurun lantaran susah tidur sehingga tidak memiliki istirahat yang cukup.
Untuk mencegah hal-hal di atas, yang dapat kita lakukan untuk melatih anak-anak kita tidur sendiri adalah:

•Pertama-tama anak harus mengetahui bahwa ia akan tidur sendiri tanpa ayah atau ibu di sampingnya. Hal ini penting agar anak tidak selalu berharap bahwa orangtuanya akan selalu ada di sampingnya. 

•Temani ketika anak akan beranjak tidur. Sebaiknya kita ceritakan dongeng ataupun cerita bermoral lainnya sebelum anak kita tidur. Konsistenlah dalam hal berapa lama kita akan mendongeng setiap kali anak hendak tidur, sehingga hal ini akan menjadi sebuah rutinitas menjelang tidur yang sehat.

•Kita dapat tetap berada di kamar anak sampai ia tertidur, namun pastikan kita tidak melakukan kontak fisik dan kontak mata dengannya (kecuali ketika masih mendongeng). Bila perlu, Anda mengambil jarak dari ranjang anak. 

•Jika anak menangis dan mendekati Anda, angkat dan tidurkan di tempat tidur, kemudian Anda kembali pada posisi semula, demikian seterusnya. Jika Anda konsisten dan tegar, maka jeda waktu menemani anak sampai tidur, akan semakin sempit, artinya, anak akan semakin mudah tidur, hingga akhirnya Anda tidak perlu lagi harus menunggui lama di kamarnya. 

Tidak mudah memang melatih anak untuk tidur sendiri. Sesungguhnya, melatih anak tidur sendiri sama dengan melatih diri kita sendiri. Mengapa? Karena tidak jarang dalam kasus-kasus orangtua yang tidur bersama anaknya, sesungguhnya orangtualah yang memang ingin terus tidur bersama anaknya. Mereka susah untuk "melepas" anak-anak mereka untuk lebih mandiri. Jadi kita sebagai orangtua perlu mengingatkan diri sendiri bahwa anak tidak akan selamanya bersama dengan kita, sehingga kita akan lebih "menerima" bahwa sangatlah penting untuk melatih anak tidur sendiri.

Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa ketika kita melatih anak tidur sendiri, jangan ciptakan kesan bahwa hal itu kita lakukan karena kita tidak ingin terganggu oleh si anak, namun, ciptakan kesan bahwa Anda sedang menghargai privacy si anak. Kesan bahwa pemisahan tidur sebagai alasan agar orangtua tidak terganggu akan menyebabkan anak merasa “diabaikan”, dan ini akan semakin menyulitkan proses pelatihan. 

Jadi para orangtua, belum ada kata terlambat, yuk kita latih anak-anak kita untuk tidur sendiri secara bertahap!

Monday 24 October 2011

Asuh Anak: Ujian Setiap Hari (2)

Nah, ini kelanjutan dari artikel saya "Asuh Anak: Ujian Setiap Hari (1)"...

1. Balaslah "kejahatan" dengan kebaikan..

Ketika anak saya memperlihatkan kelakuan yang seolah-olah "membangkang", saya pernah meresponnya baik dengan cara "keras" juga maupun dengan cara sesuai point no.1 ini. Ternyata memang seringkali pendekatan point no.1 inilah yang sering membuahkan hasil positif, tanpa penyesalan di kemudian hari karena telah melukai hati anak terutama ketika kita marah-marah tanpa kontrol yang baik. Memang tidak mudah dan ada "seni"nya untuk membalas "kejahatan" dengan kebaikan..namun ketika kita semakin lihai dalam hal ini, it's all gonna be worth it :) :)

2. Tegaslah..bukan bentak, apalagi teriak-teriak

Hehehe memang beda tipis yaa..malah kadang saya keceplosan teriak-teriak, tapi setelah anak saya pasang muka "tertegun", saya dalam hati masih suka bela diri dengan mengatakan ke diri saya bahwa saya hanya bersikap tegas.

Untuk point 2 ini memang juga butuh latihan. Yang pasti bedanya, kalau tegas itu muncul bukan akibat emosi negatif, melainkan akibat dari emosi terkontrol. Dan bukan akibat rasa sebel ke anak, melainkan akibat rasa kasih ke anak.

3. Mereka titipanNya..

Yes..itu kunci kenapa kita tidak mungkin bersikap "semena-mena", wong milik kita juga bukan..

4. Mereka cerminanmu..

Ini akan buat kita introspeksi diri terus..otomatis melatih diri kita menjadi manusia rendah hati juga ya..

5. Jadilah teladan, teladan, teladan..

Makanya saya percaya, ketika seseorang memutuskan untuk menjadi orangtua, disinilah ia memutuskan untuk terus belajar menjadi manusia yang lebih baik..Bagaimana tidak? Jika sebelum menjadi orangtua, ia adalah seseorang yang egois, yang moody dan sebagainya, maka ketika ia berstatus menjadi orangtua, sudah sewajibnya ia belajar menekan ego dan sifat moody-nya, karena ia tidak lagi "hidup" untuk dirinya sendiri, melainkan "hidup" untuk anaknya...Dan memang jangan pernah berharap anak kita kelak akan menjadi seperti ini, ini, ini, jika diri kita sendiri tidak berkelakuan seperti apa yang kita harapkan anak kita berkelakuan..

6. KONSISTEN

Yup, tidak ada gunanya kalau konsistensi kita dalam mendidik anak naik turun, metodenya berubah terus, penegakan disiplinnya setengah-setengah, mood kita berubah-ubah..yang ada anak hanya akan terbingung-bingung..Misalnya, ketika kita hendak melatih anak kita untuk tidur sendiri di kamarnya, akan sulit untuk berhasil apabila dua hari pertama kita konsisten melatihnya tidur di kamarnya meskipun ia bolak-balik ke kamar kita dan kita harus menemaninya kembali ke kamarnya dengan memberikannya pengertian misalnya, namun kemudian di hari ketiga kita kembali membiarkannya tidur di kamar kita. Inkonsistensi disini bisa menyebabkan anak kita melihat bahwa disini ia bisa "coba-coba" memberikan 1000 alasan agar ia tidak harus tidur di kamarnya. Alhasil, usaha kita akan lambat membuahkan hasil seperti yang kita harapkan.

7. Antisipasilah selalu

Ketika saya tahu persis bahwa anak laki-laki saya yang berumur 4 tahun tidak mungkin ditinggal berduaan dengan adiknya yang masih berumur 6 bulan, maka daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, saya melakukan antisipasi dengan selalu meletakkan si bungsu di box-nya, kemudian meminta si sulung untuk keluar kamar apabila saya hendak ke kamar mandi misalnya. Ohya, tentu saya kunci kamar tersebut terlebih dahulu agar saya dapat ke kamar mandi dengan tenang :)

8. SABAR..SABAR..SABAR

Point yang satu ini memang sengaja saya tulis dengan huruf kapital karena memang sifat yang satu ini menurut saya maha penting..menangani bayi maupun menangani balita sama saja: butuh kesabaran extra deluxe :) Dengan kesabaran, kita mau nggak mau belajar mengendalikan diri..dengan pengendalian diri, sekeliling kita akan dapat terkontrol dengan baik..dengan keadaan sekeliling yang terkontrol dengan baik, terciptalah suasana nyaman sehingga tidak ada pihak yang sakit hati terutama dalam hal ini anak. Otomatis yang awalnya kesabaran dibutuhan untuk meredam anak kita yang sedang "berulah", dengan suasana nyaman yang tercipta, anak kita pun akan berhenti "berulah"..Sebaliknya, jika kita tidak memiliki sifat yang satu ini, maka justru akan berujung negatif, kita akan kehilangan kendali dan kontrol, terciptalah suasana yang tidak nyaman bahkan menyebabkan sakit hati pada anak, dan meskipun nampaknya anak berhenti "berulah" akibat kemarahan kita, tak jarang dalam hati kecil dan alam bawah sadarnya, justru ia "mempelajari" bahwa kemarahan adalah cara kita mengingini sesuatu. Besar kemungkinan, anak kita pun kelak akan menggunakan cara yang sama ketika ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.

9. Bersyukur dan bersukacita senantiasa

Secapek-capeknya kita, sejenuh-jenuhnya kita, selalu ingat bahwa begitu banyaaaaak orangtua di luar sana yang begituuuuu merindukan kehadiran buah hati namun belum dititipkanNya...dengan terus mengingat hal ini, niscaya kita akan selalu bersyukur telah diberiNya kesempatan untuk membesarkan anak manusia dimana kita memiliki kendali penuh untuk menjadikan anak yang tadinya tidak berdaya kelak menjadi manusia yang luar biasa. Dasyat kan? Sooo...bersukacitalah senantiasa!

Wednesday 19 October 2011

Asuh Anak : Ujian Setiap Hari (1)

Mengurus bayi dan balita memang tidak mudah. Apalagi jika kita tidak dibantu babysitter atau yang lainnya.

Sejak saya punya 2 anak, rasanya setiap hari adalah "ujian" bagi saya: ujian kesabaran, ujian tahan banting, ujian kecekatan, ujian sensitivitas, sampai ujian kelemahlembutan. Oya 1 lagi, tentunya ujian mematikan ego sendiri ;) Namun setiap hari juga adalah kesempatan baru untuk berbenah. Artinya, kalau mungkin di satu hari kita nggak "lulus" ujian kesabaran pada 1 kasus misalnya, nah di hari berikutnya adalah kesempatan untuk memperbaiki diri agar ketika menghadapi kasus serupa, "alarm" kesabaran kita akan berbunyi sehingga kita bisa lebih antisipatif, otomatis nggak marah-marah lagi kayak kasus yang pertama.

Tapi memang saya manusia biasa, yang harus selalu diingatkan..untuk itu, untuk mengingatkan diri saya sendiri pentingnya, eh salah, untuk menginatkan diri saya sendiri akan MAHA pentingnya kesabaran dalam mendidik dua buah hati saya, saya memasang kertas berwarna kinclong yang saya tempel di lemari, dengan tulisan di bawah ini:

1. Balaslah "kejahatan" dengan kebaikan
2. Tegaslah, bukan bentak apalagi teriak-teriak..
3. INGAT, mereka bukan milikmu! Mereka titipanNya..
4. Mereka adalah cerminanmu..
5. Jadilah: teladan, teladan, teladan..
6. KONSISTEN
7. Antisipasilah selalu
8. SABAR..SABAR..SABAR
9. Selalu bersyukur dan bersukacita :) :)

Nah, saya akan bahas point-point di atas pada artikel sambungannya yaa..

Tuesday 18 October 2011

Menghadapi Kenakalan Anak

Mungkin kita pernah alami saat-saat dimana rasanya kepala ini kayak mau meledak saking emosinya lihat kelakuan anak yang seolah-olah terus pengen buat kita marah..Dan kayaknya semakin kita marahi kok malah menjadi-jadi ya, bukan sebaliknya..Saya sendiri tidak jarang mengalami hal ini. Wuih, benar-benar level kesabaran saya diuji setiap saat, dalam hal ini oleh anak saya yang berusia 4 tahun.

Seiring waktu, dengan banyaknya artikel parenting yang saya baca, saya jadi tahu bahwa ternyata melawan "kekerasan" anak dengan "kekerasan" juga (baca: tindakan represif), hanyalah akan memperburuk keadaan. Dari satu artikel yang saya baca di sekolahorangtua.com, ternyata kunci menghadapi "kenakalan" anak adalah :
  1. berempati, contoh : Ketika anak berulah, dengan intonasi berempati, kita bisa minta dia untuk tenang  dengan berkata, “Nak…, papa/mama minta kamu  tenang dulu ya, bisa?”…. ”Kamu mau papa/mama mengerti apa yang kamu inginkan, iya kan ? “…. “Ok, kalau sudah tenang, papa/mama siap mendengar apa yang kamu inginkan“…. ( pada tahap ini, anak merasa dirinya dimengerti dan aman emosinya )
  2. pahami perasaannya : dengarkan dan coba mengerti apa yang anak rasakan. Katakan pada anak… ”Ok Nak, papa/mama mengerti apa yang kamu alami. Ketika papa/mama mengalami apa yang kamu alami, mungkin papa/mama akan merasakan hal yang sama… ( pada tahap ini, anak akan jauh lebih tenang dan jauh lebih terbuka dengan orangtua. Ia merasa dirinya dipahami / diterima )
  3. beri pengarahan. Setelah diberikan empati dan dimengerti, anak akan menerima pengarahan Anda dengan senang hati. “Ok Nak, agar kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan, maka kamu bisa melakukan …………  ok, ini cukup jelas ?… “Bagaimana perasaanmu sekarang ?… Apakah kamu merasa lebih baik ?… Apakah ini yang kamu inginkan ?… "Ok Nak, papa/mama yakin kamu semakin hari semakin baik…" Berikan pelukan hangat, dan penuh kasih sayang.
Memang kenyataannya tidak semudah yang kita baca di atas, namun dengan latihan dan "jam terbang" yang semakin tinggi, emosi kita akan lebih terlatih dan kita akan semakin memahami anak kita sehingga secara efektif dapat meredam "kenakalan" mereka tanpa membuatnya semakin runyam di kemudian hari. Salam orangtua!

Thursday 13 October 2011

Kapan Anak Mulai Belajar Bahasa Inggris?

Jaman sekarang banyak orangtua memperkenalkan bahasa Inggris ketika anaknya masih balita bahkan lebih muda dari itu. Sekolah bilingual ada dimana-mana, termasuk playgroup/ preschool. Namun kapan sebenarnya dan bagaimana cara kita memperkenalkan bahasa Inggris yang efektif ke anak-anak kita?

Satu hal lagi yang buat saya penasaran sejak anak saya memasuki usia ke 3 tahun: kapan sebaiknya saya mulai mengajarnya Bahasa Inggris? Apalagi hari gini, ketika playgroup rata-rata menerapkan system bilingual, sementara sudah hampir 1 tahun ini saya masih percaya bahwa
anak saya sebaiknya ikutan playgroup yang murni bahasa Indonesia..keinginan untuk mengajak anak sayabercakap-cakap dalam bahasa Inggris sudah terbersit sejak lama (cieh kesannya udah lama banget:) ), namun saya ingin memastikan anak saya secara konsep sudah cukup matang dalam berbahasa Indonesia, sebelum saya mulai mengajaknya bercakap-cakap dalam bahasa Inggris…

Bersumber dari sebuah artikel dari http://www.docstoc.com/, dikatakan bahwa jika bahasa ibu belum lancar sementara anak sudah “dijejali” bahasa-bahasa asing, bukannya akan menambah cepat anak menguasai bahasa asing, melainkan dapat menimbulkan efek psikologis, dan tak tertutup kemungkinan laju perkembangan bahasa pertamanya malah menjadi terhambat, atau justru merusak sistem-sistem bahasa pertamanya.  Masih dari sumber yang sama, disebutkan bahwa menurut Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ketua Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, dalam tulisannya Pengajaran Bahasa Inggris di SD dan SMTP, menyebut bahwa usia 6-12 tahun, merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa kedua.
Artikel lain yang bersumber dari http://id.shvoong.com/ menyebutkan bahwa menurut Muhammad Rizal, Psi, psikolog pendidikan anak, mengajarkan anak bahasa asing bisa dimulai sejak usianya di atas 4 tahun, karena pada saat itu anak sudah mengerti bahasa ibunya dan memiliki struktur bahasa yang kuat. Pada saat itu kita bisa mulai mengajarkan hal-hal yang sederhana, misalnya belajar angka, warna atau bentuk. Disitu juga disebutkan bahwa banyak kejadian anak yang dimasukkan ke sekolah bilingual tapi belum memiliki struktur bahasa ibu yang kuat menjadi bingung. Anak tidak tahu bahasa apa yang seharusnya digunakan, sehingga nantinya anak malah menggunakan bahasa 'gado-gado'. Ini karena banyak orangtua yang memaksakan anaknya untuk belajar bahasa asing hanya ikut-ikutan trend atau gengsi saja tanpa melihat kemampuan dari si anak. Fiuh, ternyata nggak gampang yah jadi orang tua ketika di sekitar kita semua melakukan hal yang sama sementara kita tidak ingin dibilang ketinggalan “trend”? Yah..mudah-mudahan bukan itu yah yang jadi concern utama kita sebagai orang tua: ikutan trend...

Anak Mengenal Diri Sendiri

Saya teringat ketika lulus SMA dulu, ketika ditanya saya ingin masuk jurusan apa, saya akan menjawab jurusan Hukum. Lucunya, saya memilih jurusan itu bukan karena saya ingin menegakkan hukum atau karena ingin menjadi pembela keadilan, melainkan semata-mata karena saya tahu masuk jurusan tersebut tidak terlalu "susah" :) Saya jadi terkesima ketika saya mengetahui bahwa ada anak SD yang ketika ditanya ingin menjadi apa ketika besar nanti, dengan yakin ia bisa menjawab bahwa ia ingin menjadi seorang reporter TV. Tidak hanya itu, ia juga tahu persis ingin jadi reporter macam apa.

Anak SD calon reporter di atas adalah contoh yang baik bagaimana seorang anak mengenal benar dirinya. Ia tahu apa tujuan hidupnya. Ternyata seorang anak dapat mengenal benar dirinya serta tahu tujuan hidupnya karena dalam proses pengasuhannya, pembawaan alamiah dirinya dihargai betul oleh pengasuh atau lingkungannya. Orantua yang selalu "mendoktrin" anaknya, "memaksakan kehendak" mereka sendiri ke anak, banyak menuntut anak dengan mengabaikan pembawaan alamiah, kemampuan serta tahapan perkembangan anak itu sendiri, cenderung menjadikan anak kurang mengenal dirinya, sehingga tidak mampu menentukan sendiri apa tujuan hidupnya dikarenakan bingung antara mengikuti keinginan sendiri dengan mengikuti kehendak orangtua. 

Setiap makhluk hidup dilahirkan dengan memiliki pembawaan alamiahnya masing-masing.  Tugas kita sebagai orangtua adalah mengenali pembawaan alamiah ini dan membentuknya sehingga sesuai dengan kecenderungan yang ada dalam diri anak.

Apakah sebenarnya yang dimaksud pembawaan alamiah itu? Pembawaan alamiah adalah apa yang dimiliki anak sejak lahir, yaitu :

1. Genetik, termasuk di dalamnya sifat, karakter maupun ciri fisik yang diturunkan dari kedua orangtuanya.
    
2. Jenis kelamin dan hormon. Hal ini juga yang membedakan antara pembawaan alamiah anak laki-laki dan perempuan.
 
3. Kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ada yang pada dasarnya introvert, ada yang ekstrovert.

4. Perkembangan otak. Perkembangan otak akan mempengaruhi perilaku anak.

Sebagai orangtua, kita harus menyadari hal-hal di atas, sehingga tidak akan "memaksakan" anak. Contoh: anak yang introvert atau anak yang perlu beradaptasi terlebih dahulu ketika memasuki lingkungan baru, tentu orang tua tidak dapat memaksakan anak untuk segera mampu bergaul. Jika anak masih malu-malu, tidak perlu orangtua berkata," Ayo dong main sama temannya, kok pemalu banget sih?"

Orangtua yang memahami pembawaan alamiah anak serta tekun membentuknya dengan nilai-nilai positif yang hendak ditanamkan ke anak, akan membuat anak nyaman dengan dirinya. Alhasil, anak akan semakin mengenal dirinya dan dapat menentukan sendiri kemana tujuan hidupnya nanti. 

Dan di lain waktu, kita akan bahas di artikel lain bahwa anak yang mengenal diri sendiri dengan baik telah memiliki bekal yang baik untuk mencapai kesuksesan dalam hidup ini kelak. Yuk, kita kenali pembawaan alamiah anak-anak kita dan bentuk dengan nilai-nilai kehidupan yang positif!

Wednesday 12 October 2011

Menjadi Orangtua Itu Indah

Saya adalah seorang ibu dari satu balita dan satu bayi...Puji Tuhan sudah sepasang, dimana si sulung laki-laki..Fiuh, mendidik si sulung ternyata tidak mudah ya..Memang tidak sedikit sih yang berkata bahwa mendidik anak laki-laki lebih sulit dibandingkan anak perempuan yang cenderung memang lebih penurut..Anak saya sendiri aktif, kadang saya suka merasa bahwa ia kelebihan energi, sehingga kalau sehari-hari energi kurang tersalurkan maka akan sulit bagi dia untuk tidur siang ;) Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang besaaaar sehingga cenderung nampak "nakal" bagi banyak orang, misalnya: knop pada selang untuk menyiram air diputar-putarnya sehingga setelan-nya terus berganti-ganti alhasil menyiram tanaman memakan waktu lebih lama dari seharusnya; shower di kamar mandi bukannya diarahkan ke badannya saja melainkan juga ke atas-atas sehingga nyiprat kemana-mana; sandal bagian bawahnya diusap-usap ke tembok yang sudah tentu membuat tembok nampak kotor dsb.

Awal-awal saya menghadapi "tingkah" anak saya ini bawaannya emosiii, jadi teriak-teriak melulu, dan nggak jarang ujung-ujungnya saya menyesali respon saya ini. Hari demi hari, saya belajar. Saya terus belajar. Dengan berjalannya waktu, saya sudah lebih dapat memahami jalan pikiran anak saya, sudah dapat lebih menyelami dunianya, sudah lebih dapat antisipasi kapan saya harus "menekan tombol" agar emosi saya dapat tertahan dimana sebagai gantinya saya bertindak lebih bijaksana, dan saya juga sudah dapat lebih memberikan kata-kata yang membangun serta teladan melalui sikap dan perkataan saya.

Yup, perjalanan saya masih jauh..jika Tuhan berkenan, anak saya masih akan melewati tahap-tahap perkembangan seorang anak manusia yang berikutnya..Namun saya sangat bersyukur saya diberiNya kesempatan setiap hari untuk belajar menjadi manusia yang lebih baik bagi anak saya..untuk menjadi manusia yang lebih sabar dan bijaksana..untuk menjadi manusia yang lebih mampu mengendalikan diri..untuk terus mau introspeksi diri..

Yes, menjadi orangtua itumemang indah... :)

Menghukum vs Disiplin

Dalam mendidik anak sehari-hari, sebagai orangtua yang baik, tentu kita ingin mendisiplinkan anak-anak kita. Pertanyaannya adalah, tahu persiskah kita apa sebenarnya arti "disiplin"?

Beberapa di antara kita mungkin menyamakan "disiplin" dengan "menghukum". Artinya, mendisiplinkan anak sama dengan menghukumnya ketika anak berbuat salah. Bahkan, dalam The New Oxford American Dictionary, kata "discipline" (disiplin) didefinisikan sebagai “praktik melatih orang untuk mematuhi aturan dengan menggunakan hukuman untuk memperbaiki ketidakpatuhan”. Namun ini adalah keliru. Sesungguhnya, kata disiplin berasal dari bahasa Latin, "discipulus", yang berarti “pembelajar”. Jadi disiplin itu sebenarnya menitikberatkan pada pembelajaran. Jadi kedua hal ini adalah berbeda satu sama lain: disiplin fokus pada bagaimana mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada anak untuk perkembangannya dalam jangka panjang; menghukum fokus pada pengkoreksian kelakuan yang hanya berdampak untuk kurun waktu yang pendek, tanpa berakar dalam diri anak sehingga tidak berdampak jangka panjang.

Di bawah ini adalah cara menegakkan disiplin pada anak:
  1. Sosialisasikan terlebih dahulu nilai-nilai yang ingin diajarkan kepada anak sehingga anak tidak kaget ketika serta-merta ia harus melakukan segala hal sesuai nilai-nilai tersebut.
  2. Tentukan batasan yang jelas sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Anak, terutama anak kecil, suka menguji batasan yang telah ditetapkan orangtua. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk memberi batasan jelas, misalnya ketika kita mengingatkan anak balita bahwa mereka harus bersikap sopan di rumah saudara, jelaskan secara singkat, padat dan spesifik, apa yang kita maksud dengan "sopan", misalnya : berbicara pelan.
  3. Beri kesempatan mereka mengalami akibat dari perbuatannya tanpa mengolok-olok mereka seperti mengatakan "Tuh kan, apa mama bilang!" dan sebagainya. Gunakan kalimat positif dan membangun agar mereka termotivasi untuk belajar dari kesalahan yang telah mereka perbuat.
  4. Beri penghargaan ketika mereka mengalami kemajuan dalam perilaku mereka secara proporsional.
  5. Tegakkan otoritas kita sebagai orangtua juga secara proporsional (pada waktu yang tepat).
Selamat menghukum anak! Ups, bukan, maksudnya : Selamat mendisiplinkan anak!

Tuesday 11 October 2011

Rahasia Bikin Anak Suka Belajar

Tak jarang kita mendengar orangtua mengeluh entah anaknya nilai di sekolah jelek teruslah, entah kalau disuruh belajar susahnya minta ampunlah, entah nggak ada motivasi untuk belajarlah, dan seterusnya. Padahal di sisi lain, kita semua tahu bahwa anak-anak itu sebenarnya memiliki otak yang encer. Anak-anak yang kita bicarakan disini sesungguhnya memiliki kecerdasan yang di atas rata-rata.

Seorang psikolog pendiri sekolahorangtua.com berkata bahwa sebagian besar permasalahan motivasi belajar yang timbul adalah tidak terlepas dari peran orangtua. Prestasi akademik yang tidak sesuai harapan diakibatkan oleh tidak adanya motivasi belajar. Motivasi belajar tidak ada karena tidak adanya keyakinan dalam diri anak bahwa ia mampu. Keyakinan bahwa dirinya mampu tidak akan ada jika anak tidak memiliki harga diri yang baik serta konsep diri yang benar. Harga diri yang baik dan konsep diri yang benar tidak akan muncul apabila tidak ada rasa aman. Jadi yang paling mendasar disini yang harus dipenuhi dalam diri seorang anak adalah: rasa aman.

Anak tidak akan memiliki rasa aman apabila orangtua bersikap over expectation terhadapnya. Anak tidak akan memiliki rasa aman apabila orangtua hanya bisa mengkritiknya tanpa memberikan penghargaan yang memadai. Anak tidak akan memiliki rasa aman apabila orangtua hanya bisa menyalahkannya tanpa memberikan teladan yang baik. Anak tidak akan memiliki rasa aman apabila terus-menerus dilarang tanpa diberikan kesempatan untuk memutuskan sendiri dan untuk belajar dari kesalahannya.

Coba kita selami jalan pikirannya..Coba kita berusaha untuk menempatkan diri kita ke posisi mereka..Bayangkan, apakah masuk akal apabila kita berharap agar putra kita yang baru berusia 5 tahun untuk mengerti susahnya cari uang sehingga ia dapat selalu menghabiskan makanan yang sesungguhnya kalau kita mau jujur menunya itu-itu saja, misalnya? Apakah masuk akal apabila kita berharap agar anak kita yang baru berusia 4 tahun untuk mengerti alangkah capeknya kita ketika baru pulang kantor sehingga tidak bisa menemaninya bermain?

Yuk kita mulai menjadi orangtua yang mau belajar memahami anak ketimbang mau dipahami anak, sehingga kita mengerti bagaimana berkomunikasi dengan anak, alhasil anak akan mendapatkan rasa aman ketika berinteraksi dengan kita, dimana kelak terbentuk harga diri dan konsep diri anak yang benar, dan motivasi belajarpun timbul!

Friday 7 October 2011

Anak: Guru Terbaik

Dulu saya pegawai kantoran. Ketemu anak pas hari kerja ya efektif cuma sore atau bahkan malam hari. Yaa pagi ketemulaah beberapa menit;) Ketika saya ngantor, ya otomatis waktu bermain bersama anakpun terbatas. Sekarang sejak saya resign dari kantor dan jadi ibu rumah tangga, waktu bermain bersama anakpun menjadi berlimpah:) Anak saya yang sulung kini berusia 4 tahun, laki-laki. Sedangkan yang perempuan baru berusia 6 bulan. Berhubung si sulung belum sekolah, otomatis sehari-hari ia bermain dengan saya, mulai dari main mobil-mobilan, naik sepeda, sampai bermain huruf dan "lego".

Ketika di kantor, tentu sebagaimana wanita karir, kita banyak berkutat dengan hal-hal yang "besar" dan menyangkut "hajat hidup orang banyak". Berhubung dulu saya bekerja di bidang hukum, maka yang saya tangani pun hal-hal yang menyangkut legalitas dan bahkan perkara hukum yang tidak terlepas dari yang namanya sanksi hukum. Beraaaat....

Sejak menjadi ibu rumah tangga, saya tidak lagi mengurus hal-hal yang menyangkut "hajat hidup orang banyak" tadi melainkan "hanya" mengurus dua anak manusia secara "intens". Yang tadinya saya mengurus hal-hal yang "besaaar", sekarang saya mengurus hal "remeh-temeh". Yang tadinya saya mengurus hal-hal yang "bergensi", sekarang saya mengurus hal-hal yang banyak dilakukan oleh nanny bahkan ART (asisten rumah tangga). Seperti yang terjadi hari ini, bukan hanya menemani si sulung bermain sepeda di dekat rumah sambil mendorong kereta bayi, saya "harus" meladeni si sulung bermain peran menggunakan orang-orangan dan mobil-mobilan miliknya.

"Ayooo sekarang kita mau ke hotel naik motor. Yuuk, Yosua bonceng Michael Jackson", anak saya memang sedang keranjingan dengan hotel tempat kami menginap beberapa waktu lalu. Dan figur Michael Jackson yang saya gunakan sekaligus menjadi alat saya untuk memperkenalkan bahasa Inggris ke anak saya. Kan nanti di dialognya, Om Jacko nggak bisa bahasa Indonesia, otomatis akan memperkenalkan kosakata bahasa Inggris ke anak saya.
" Trus mereka mau kemana?" , tanya anak saya antusias.
" Mereka mau naik lift ke lantai 4.."
" Yaaah tapi Michael Jackson kok nggak bisa berdiriii...?!", mulai sewot dia melihat orang-orangannya yang tidak bisa diberdirikan tegak.
" Bisaaa, makanya kakinya jangan miring doong.."
" Yaaaah, kok kakinya copoooot..?!", rengekan datang lagi.
" Eh ngomongnya gimana..?"
" Tolong Mama.."
Dan sayapun membantunya memasang kembali kakinya yang copot. Dan seterusnya. Cukup seru juga kalau dipikir-pikir yah mainan anak laki-laki:) Hampir sama dengan mainan boneka perempuan sih, semacam seni peran gitu loh :)

Dari anak kita belajar banyaaak mengenai kehidupan ini. Setiap hari, dari hari ke hari, bahkan jam ke jam, saya belajar menjadi manusia yang lebih sabar, lebih mampu mengendalikan diri, lebih menekan ego sendiri, belajar menyelami dunia anak, belajar lebih memahami jalan pikiran anak, belajar mengenai kepolosan, belajar menjadi teladan, belajar memaknai kehidupan yang sesungguhnya. Dan untuk yang terakhir ini, saya semakin menyadari bahwa bukan materi ataupun mainan yang banyak yang paling dibutuhkan anak, melainkan kehadiran kitalah yang paling mereka dambakan. Percuma disuguhi banyak mainan namun kita tidak "ada" untuk mereka. Sebaliknya, masih akan menyenangkan meski tanpa mainan, namun kita hadir buat mereka.

Memang bukan ilmu hukum ataupun ilmu perbankan yang saya dapatkan sejak saya resign kantor, namun justru banyak hal yang lebih penting yang saya pelajari dari guru saya sejak itu: anak memang guru terbaik.. :)


Thursday 6 October 2011

Siapa Yang Mengasuh Anak Saya?

Jaman sekarang sudah berbeda dari jaman dulu. Sekarang, ibupun mencari nafkah guna memenuhi gaya hidup dan tuntutan hidup masa kini. Tak heran, muncul permasalahan siapakah yang harus mengasuh anak mengingat sang ibu harus meninggalkan anak seharian?

Permasalahan ini tidak dapat dianggap sepele. Bagaimanapun, anak adalah "harta" yang tak ternilai. Mengasuh anak sesungguhnya bukan hanya perkara menyuapi maupun memandikannya, melainkan yang terpenting adalah bagaimana kita dapat memberikan stimulasi yang dibutuhkannya serta bagaimana kita dapat menciptakan suasana nyaman untuk menumbuhkan konsep diri anak yang benar sebagai bekal masa depannya nanti. Nggak gampang kan? Oleh sebab itu, pengasuh yang terbaik bagi anak tak lain adalah orangtuanya sendiri. Memang dalam hal ini tidak ada orangtua yang sempurna, namun sudah merupakan kewajiban orangtua untuk terus mau belajar dan belajar demi mencapai tujuan tersebut di atas. Dan apabila dengan amat terpaksa orangtua tidak dapat menjadi pengasuh bagi anaknya sendiri, orangtua harus memilih secara bijak siapa yang akan mengasuh anaknya: baby sitter, nanny, pembantu, tempat penitipan anak, atau yang lain. Kesalahan memilih pengasuh akan berdampak buruk pada masa depan anak, seperti yang terjadi pada Raja Inggris, George VI, ayah dari ratu Elizabeth II. Ternyata nanny  yang dipilih untuk mengasuh Raja George VI bukan nanny yang peduli bagaimana memberi stimulasi yang tepat untuk anak, melainkan tipe yang keras dan tidak memahami kebutuhan anak. Akibat kesalahan pengasuhan tersebut, George tumbuh dewasa dengan mengidap penyakit gagap, dimana gangguan bicara ini terus diidap George hingga ia dewasa bahkan ketika ia dilantik menjadi raja.

Sekali lagi, mencari pengasuh anak bukannya perkara yang dapat disepelekan. Anak sangatlah membutuhkan pengasuh yang dapat menopang dan mendukungnya untuk perkembangannya secara optimal. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika memilih pengasuh anak adalah:

1. Karakter dan pola pikir pengasuh : sabar, tahu cara menghadapi kerewelan anak, ramah, selalu ingin belajar, mampu beradaptasi dengan lingkungan baru dan memiliki nilai-nilai hidup dan sesuai dengan nilai-nilai yang ingin kita tanamkan ke anak

2. Person in charge/penanggung jawab tempat (khusus tempat penitipan anak)

3. Program kegiatan harian anak

4. Kebersihan/ kesehatan dirinya maupun pengetahuan akan kebersihan/ kesehatan anak yang diasuhnya

5. Penanganan dalam keadaan darurat

Bagaimanapun, tidak ada cara yang paling tepat dalam memilih pengasuh. Namun yang harus diingat adalah, orangtua tetap merupakan pengasuh terbaik untuk anak-anak kita. Kalaupun kita terpaksa harus menggunakan tenaga pembantu, mereka hanyalah "alat bantu". Dan dalam menentukan "alat bantu" ini, pilihlah yang sesuai dengan karakter anak, karakter kita, dan situasi kita. Mudah-mudahan artikel ini boleh memberikan pencerahan kepada kita untuk semakin memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.

Wednesday 5 October 2011

Waterbirth: Pengalamanku

Masih ingat bagaimana sakitnya melahirkan anak pertama, untuk rencana melahirkan anak kedua saya melakukan "persiapan" yang jauh lebih matang. Kalau waktu anak pertama kemarin persiapannya "cuma" senam hamil dan baca buku hypnobirthing dengan latihan "ala kadarnya" di rumah, untuk anak kedua ini persiapannya lebih banyak: senam hamil, baca buku hypnobirthing 2 macam + latihan lebih serius setelah sempet ikut kelasnya selama 2 hari, +..eng ing eng..berencana lahiran di kolam alias waterbirth demi mengurangi rasa sakit.

Untuk yg terakhir ini, saya juga lihat beberapa video di youtube dan juga banyak baca artikel birthintobeing.com yg memang ditulis oleh salah satu bidan waterbirth pentolan dari rusia. Pokoknya "habis2an" deh :). Walaupun persiapan yg saya maksud "habis2an" ini berlaku di trimester ketiga, kalau trimester sebelumnya masih agak nyantai, malah sibuk jalanin MLM hehe. Hampir setiap malam dengerin cd kalimat afirmasi, latihan relaksasi (termasuk dengan pendulum), juga dipijat endorfin oleh suami, bahkan suami juga ikutan dengar cd kalimat afirmasi. Kalau senam hamil ya setiap hari di rumah, termasuk latihan jalan jongkok hehe. Oya banyak jalan juga setiap hari. Pas nonton video2 waterbirth, makin PD karena disitu ibu2nya kelihatan tenang, "in control" alias nggak teriak2 kayak di film2, bahkan ada yg senyum2 melulu. Makin PD aje jadinye:)

Waktu itu ketika usia kehamilan sudah 39minggu, hari jumat sore kok ada flek di celana, telepon klinik tempat saya akan melahirkan, berhubung riwayat melahirkan anak pertama waktu itu cukup cepat, dengan adanya flek tersebut dokter minta saya segera ke klinik saja. Nyampe sana jam8 malam, saya langsung masuk kamar, cek CTG ternyata pembukaan 1. Kontraksi belum teratur, yg lucu suster beberapa kali bilang "Ibu ngga sakit ya? Barusan kan Ibu kontraksi". Dalam hati saya berpikir, hehe kayanya hypnobirthing (HB) nya mulai menampakkan hasil ni. Ternyata kontraksi masih juga hampir nggak kerasa dan masih belum teratur sampai keesokan paginya. Alhasil dokter titip pesan ke suster untuk menyampaikan ke saya bahwa kalau sampai siang belum juga ada "perkembangan" (oya,saya waktu itu masih juga pembukaan 1), dokter akan berikan obat perangsang kontraksi. Well well well, denger kata "obat perangsang kontraksi", saya langsung "protes" ke suster. Saya "ngotot" bilang suster pengen yg alami. Trus saya bilang ke suster bahwa saya akan coba "action" deh sama suami alias melakukan "induksi alami" biar nggak usah pakai obat segala!:) And that's what we did:) Lucunya, baru "mulai" eeeh kontraksi langsung meningkat drastis jadi 2x dalam 5menit. Maknyuuuuus...saat itu jam1 siang. Eh jm 1.30 dicek ternyata sudah pembukaan 4! Senaaaaang..eh sakit deng!:) Tapi masih "bearable" kok sakitnya. Suami ta'suruh pijit endorfin dan pijit akupunktur terus hehe. Berhubung masuk kolam baru boleh kalau sudah pembukaan 6, walaupun masih pembukaan 4, tapi sekitar jam3 saya sudah boleh ke ruang waterbirth (WB). Eeeh pas masih di lift menuju ruang WB rasanya tiba2 kebeleeeeet banget kayak pengen BAB, bener2 sudah di ujung tanduk, yasudah di ruang WB sempet2nya BAB dulu di toiletnya (berkat obat pencahar pastinya), baru masuk kolam. Nyesss..hangat (masih kurang hangat sih tapi menurut saya :) )...bidan asisten dokter buaiiiiik banget, sangat "pengertian"..oya nggak lupa saya minta mba bidan pasang CD yg sengaja saya bawa dari rumah. CD rohani duung biar makin kuat menjelang mendaratnya baby.

Meanwhile menunggu pembukaan lengkap, saya terus dipandu mba bidan biar bisa atur napas dengan baik selama kontraksi semakin dan semakin kuat. Dan sekitar jam 15.30 sudah nampak dari "gelagat" saya bahwa baby is going to arrive so suami langsung pasang kuda2, ikut nyebur untuk semangati saya sekaligus jadi tempat saya bersandar di salah 1 sisi kolam, dan ester (bayiku) "berusaha" keluar ke bumi dengan "menampakkan" kepalanya dengan rambut2nya yang terlihat sudah cukup banyak. Namun memang berbeda dengan lahiran normal biasa dimana ketika kepala bayi sudah nongol maka dalam sekejap akan diikuti dengan seluruh tubuhnya, di WB meski kepalanya sudah nongol sedikit namun tidak berarti akan diikuti keluarnya kepala secara lengkap dan bagian tubuh yg lain dalam waktu sekejap juga. Jadi lucu, saya dalam keadaan sepenuhnya sadar, melihat ke bagian bawah saya,saya melihat adanya sebagian kecil kepala bagian atas bayi dengan rambutnya yg halus untuk beberapa waktu lamanya. Ketika kontraksi kuat berikutnya datang, baru saya kembali mengedan dan Ester pun keluar dengan gemilang:) Berhubung di air, ya tidak terdengar tangisan Ester sampai tali pusat Ester dipotong beberapa detik setelah Ester keluar dari air. Langsung deh diletakkan dokter di dada saya dan we did the bonding "thing" alias IMD. Namun memang IMD di WB ini menurut saya rada "aneh", especially for my case ya, karna setelah beberapa saat kami bonding di kolam, berikutnya saya diminta keluar dari kolam,naik ke kasur, trus bayinya "dibersihkan" bentar (this I actually a lil' disagree) kemudian kembali diletakkan ke dada saya baru Ester berusaha menyusu yg pertama kali. Well she didn't make it sih, ya mungkin karena "moment"nya sudah lewat itu tadi ya berhubung Ester "dibersihkan" dulu..mungkin..but most important thing is, kelahiran Ester pada pk.16.14 berjalan lancar, semua selamat, semua sehat, suami berhasil "did his part" and I finally got my WB experience :) :) :)

Punya Dua Anak

Hehe..akhirnya sah deh status saya menjadi ibu rumah tanggak dengan 2 orang anak:)


Sebelum Ester, anak ke-2 saya lahir, saya sudah "antisipasi" dengan minta masukan sana-sini bagaimana cara mengasuk 2 anak sekaligus..maklum, pengalaman saya, ngurus anak pertama saya saja, Yosua, perasaan sudah "kalang kabut" hehe. Ditambah memang Yosua itu uaaaaktifnya reeeek hehehe (perasaan anak lain nggak gitu2 amat :) )..saat itu saya betul2 belum kebayang gimana "nasib" saya nanti ngurus Yosua dan Ester sekaligus :D

Hehe ternyata benar..1 minggu pertama, yg biasanya saya rajin "ngeladenin" Yosua mulai dari main di kamar mandi, main di garasi, sampai main di taman dekat rumah, saya waktu itu cuma bisa "ngeladenin" Yosua di kamar saya sambil saya menyusui. Jadi Yosua saat itu mendadak jadi anak kamaran (bukan anak rumahan,hehe) banget dan alhasil durasi Yosua nonton vcd jadi lebih lama ketimbang dulu.

Tapi itu hanya di minggu2 pertama. Sekarang, Ester kini 2 bulan, saya sudah mulai terbiasa. Mulai terbiasa gendong Ester untuk menyusui sambil suapin Yosua, terbiasa menggendong untuk enyusui Ester sambil membacakan Yosua cerita di kamarnya, terbiasa menggendong Ester sambil temani Yosua bermain di halaman. Yang di minggu2 awal suami masih suka saya "jailin" dengan cara saya bangunin di tengah malam, sekarang saya sudah bisa "handle" Ester sendiri sepanjang malam (eh dini hari deng :) ).. Yang di minggu2 awal bawaannya nguantuuuuuk melulu, sekarang sudah lebih fresh..

Benar yah, semua hanya masalah kebiasaan.. So if I can do it, semua juga pasti bisa... :)

Kenapa Anak Saya Nakal?

Seringkali orangtua meng-klaim bahwa anaknya nakal, susah dibilangin, nggak bisa diatur dan seterusnya. Dan ujung-ujungnya bukannya introspeksi diri, sang orangtua malah terus-menerus menyalahkan sang anak. Apa iya anak nakal sepenuhnya adalah kesalahan anak itu sendiri? Tentu saja tidak, bukan?

 
Faktor yang sangat memegang peranan penting dalam membentuk karakter seorang anak adalah faktor lingkungan. Yup, sudah pasti orangtua memegang peranan paling penting dalam membentuk seorang anak.

Ketika orangtua sering mengelus dada sambil dalam hati menyalahkan sang anak tatkala melihat anaknya nakal, pertanyaan penting yang harus orangtua tanyakan pada diri sendiri adalah apakah saya telah cukup memahami anak saya? Yup, kan nggak mungkin dong anak yang diminta untuk memahami kita?:) Tentu kita yang harus memahami mereka: memahami tipe kepribadian mereka, memahami kebutuhan mereka, dan memahami wujud kasih sayang seperti apa yang mereka butuhkan.

Kenakalan pada anak terjadi, hampir selalu disebabkan kesalahan dalam proses komunikasi orangtua dan anak.  Komunikasi sendiri merupakan proses untuk mencoba memahami dan menyampaikan ide/perasaan kepada orang lain. Jika kita gagal berkomunikasi dengan anak, jika kita gagal terlebih dahulu memahaminya, jika kita gagal mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan wujud kasih sayang seperti apa yang didambakannya, anak akan mencari "cara" agar kita memahaminya, agar kita tahu apa yang dibutuhkannya, dan agar kita dapat memberikan wujud kasih sayang yang didambakannya. Sebagai contoh, jika kita tidak memahami bahwa anak kita adalah tipe "sensitif", jika kita tidak pernah bertanya dengan baik-baik apa yang ia butuhkan atau inginkan, jika kita tidak tahu apa yang membuatnya sedih atau risau, jika kita tidak tahu bahwa anak kita lebih senang diberikan rasa sayang yang berwujud pelukan dan ciuman ketimbang hadiah berupa barang misalnya, besar kemungkinan anak kita akan nampak "berontak", atau bahasa gampangnya: "nakal". Padahal, jika kita mau lebih memahaminya, mau lebih berkomunikasi dengannya, tanpa melulu mengedepankan ego kita sebagai orangtua sang pemegang otoritas, niscaya anak-anak kita akan lebih menghargai kita dan berhenti berbuat "nakal"..
 

Memilih Sekolah Anak

Jaman sekarang sedini mungkin anak sudah sekolah. Belum lagi sekolah sekarang bermacam-macam, nggak kayak 10 tahun yang lalu. Sekarang, yang lagi trend itu sekolah bilingual dan sekolah internasional. Orangtua berlomba-lomba memasukkan putra-putri mereka ke kedua sekolah tersebut. Orangtua berlomba-lomba memasukkan putra-putri mereka ke sekolah sedini mungkin. Dan tidak hanya itu, sepulang sekolahpun anak-anak diberikan kursus yang tidak sedikit.

Mungkin tidak sedikit orangtua jaman sekarang yang dibingungkan dengan begitu banyaknya pilihan sekolah. Apakah orangtua memilih sekolah bilingual, sekolah dengan bahasa pengantar full english, sekolah yang terkenal disiplin dan banyak memberikan PR, ataukah memilih sekolah yang berbasis agama tertentu? Nggak heran setiap tahun ajaran baru, percakapan seputar bagaimana memilih sekolah anak menjadi topik favorit di antara orangtua. Pertanyaannya sekarang, sekolah seperti apa yang dapat menjadikan seseorang itu sukses?

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thomas J. Stanley, dalam bukunya yang berjudul Pemikiran Millionaire, dirankinglah 30 faktor yang mempengaruhi seseorang untuk sukses. Definisi sukses disini adalah memiliki sejumlah kekayaan tertentu, kesehatan yang prima dan kebahagiaan. Hasil perangkingan tersebut adalah bersekolah di sekolah favorit menduduki rangking ke 23, lulus dengan nilai terbaik menduduki rangking ke 30 sedangkan memiliki IQ tinggi menempati urutan no 21. Ternyata banyak dari para millionaire di Amerika yang memiliki skor SAT yang dibawah rata-rata, bahkan banyak diantara mereka lupa berapa skor mereka kala bersekolah. Bagi mereka, masa bersekolah adalah masa untuk belajar bagaimana mencapai tujuan yang dalam hal ini adalah lulus, bagaimana mengatur jadwal agar dapat mencapai tujuan tersebut namun tetap menyeimbangkan dengan kehidupan pribadi, bagaimana mengorganisir teman-teman agar dapat membantu mencapai tujuan, dan bagaimana mempraktekkan cara-cara bersosialisasi dengan baik dan benar. Ada faktor yang lebih penting daripada bersekolah di tempat favorit, lulus dengan nilai terbaik maupun memiliki IQ tinggi.

Faktor yang mendukung mereka untuk sukses menjalani kehidupan setelah masa bersekolah adalah sebagai berikut :
  1. Integritas : menjalankan dan kesesuaian antara hal-hal yang diucapkan dan diyakini dengan kehidupan nyata.
  2. Disiplin : kemampuan untuk mengolah diri sendiri sehingga mampu mencapai tujuan.
  3. Keterampilan sosial : kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain
  4. Memiliki pasangan yang mendukung baik dalam suka dan duka.
  5. Bekerja lebih keras dibandingkan dengan orang lain.
Itulah 5 faktor teratas dari 30 faktor yang berhasil didaftar dari para millionaire tersebut. Dengan bukti nyata tersebut, masih perlukah kita bingung menyekolahkan anak kita dimana? Dari hasil penelitian di atas, jelaslah bahwa keluargalah yang memegang peranan terbesar dalam menentukan kesuksesan seseorang, bukan sekolah. Kelima faktor di atas terbentuk di rumah, terbentuk dari hasil didikan orangtua, bukan sekolah. Sekolah tinggal membiasakan hal-hal baik yang telah tertanam oleh seseorang di rumah tempatnya dibesarkan. Sekolah tinggal "menguji" apakah teladan yang telah diberikan orangtua kepada seseorang telah berakar kuat dalam diri seseorang.
Tidak salahnya memilih sekolah yang terbaik sesuai visi misi keluarga. Tidak ada salahnya mempertimbangkan bakat dan minat anak ketika memilih sekolah. Namun, ketimbang terlalu dipusingkan dengan sekolah mana yang cocok untuk putra-putri kita, yuk kita lebih meluangkan tenaga dan pikiran kita untuk berusaha menjadi teladan yang baik bagi mereka dan menciptakan atmosfir rumah yang kondusif dan menentramkan agar kelak putra-putri kita dapat meraih kesuksesan yang didambakan..