horizontal banner

Friday 23 March 2018

Anak Mendidik Diri Sendiri ( "Self Education" )


Saat membantu anak mengerjakan PR, biasanya anak akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan berbentuk esai terkait dengan topic yang baru ia pelajari, atau pertanyaan berbentuk pilihan berganda, atau juga anak disuruh mengisi titik-titik.

Atau bagi kita yang berprofesi sebagai guru, tidak asing lagi bagi kita untuk selalu mempersiapkan banyak hal sebelum kita mengajar kelas, baik itu kelas besar maupun kelas kecil. Mulai dari mempersiapkan alat peraga, bahan/ materi pelajaran yang disajikan semenarik mungkin, sampai mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk kita ajukan pada murid. 

Namun saat saya berkenalan dengan tulisan sosok pendidik legendaris Inggris, Charlotte Mason (CM), untuk pertama kalinya saya berkenalan dengan istilah “self-education”, atau “mendidik atau mengajar diri sendiri”. 

Menurut CM, saat anak manusia lahir, ia telah memiliki otak yang sempurna. Pengertian otak yang sempurna disini adalah bahwa otak tersebut telah sempurna untuk menelaah atau mencerna apa yang perlu ditelaah/dicernanya. Sama seperti saat lahir, seorang bayi telah memiliki organ pencernaan yang “sempurna” untuk mencerna ASI dan saat bayi berumur 6 bulan maka organ pencernaan bayi telah “sempurna” untuk mencerna makanan pendamping ASI, maka demikianlah dengan otaknya. Otaknya telah sempurna adanya.  Bedanya adalah, organ pencernaan berfungsi untuk mencerna makanan bagi fisik manusia, mulai dari karbohidrat, lemak dan lain-lain, sedangkan otak berfungsi untuk “mencerna” makanan bagi jiwa manusia. Ups, makanan bagi jiwa?

Sebagaimana tubuh/ fisik manusia membutuhkan makanan, demikian pula dengan jiwa manusia. Jiwa manusia membutuhkan “makanan”. Dan menurut CM, “makanan” bagi jiwa manusia adalah ide-ide atau gagasan-gagasan. Baik itu intelektual maupun karakter manusia, terbentuk dari ide-ide yang masuk ke dalam otak maupun jiwanya. Eksperimen science, keindahan alam, studi alam, gerakan ritmis, pelatihan sensorik, penemuan-penemuan, cerita-cerita yang didengar, cerita-cerita tradisi keluarga, filosofi, semua ini akan melahirkan ide-ide di benak manusia. Dan kesemua hal di atas dapat tercakup di dalam benda yang bernama buku. Itu sebabnya mengapa tidak ada hal lain yang dapat menyediakan ide secara berlimpah kepada manusia selain buku, termasuk e-book (kalau jaman sekarang hehehe…). Ide-ide terhebat dan terluhur dari orang-orang terhebat dan terluhur di dunia ini dapat kita akses melalui buku.  Hanya dengan menyajikan buku-buku terbaik bagi anak-anak kita (termasuk bagi diri kita sendiri), maka jiwa kita, juga intelektual kita, akan “dikenyangkan”. 

Saat kita sebagai guru maupun orangtua, mampu menyajikan anak buku-buku terbaik bagi anak-anak, maka dengan sendirinya, otak anak akan mencernanya sesuai dengan kapasitasnya yang luar biasa, dan jiwa dan intelektual anak akan mendapatkan ide-ide yang dibutuhkannya untuk “mengenyangkannya”. Jadi disini tugas orangtua dan guru hanyalah menyajikan buku-buku tersebut secara teratur. 

Anak-anak kita memiliki otak dan pikiran yang luar biasa. Sesungguhnya saat kita menyajikan mereka buku-buku yang terbaik, maka kita sebagai guru maupun orangtua tidak perlu lagi memberi mereka pertanyaan-pertanyaan untuk menguji pemahaman mereka baik itu dalam bentuk esai, pilihan berganda maupun mengisi titik-titik. Karena sesungguhnya hal ini sama dengan kita hendak menguji apakah otak anak telah berfungsi sebagaimestinya. Ibaratnya, apakah kita sebagai orangtua perlu memastikan apakah organ pencernaan anak telah berfungsi dengan baik? Tentu tidak. Tugas kita hanyalah memberikan anak makanan yang sehat, bukan malah makanan instan misalnya. 

Dan saat kita menyajikan mereka buku-buku yang terbaik, maka anak-anak otomatis akan memberikan perhatian, menunjukkan minat, mau berkonsentrasi, tanpa guru atau orangtua harus bersusah payah menuntut anak untuk menyukai buku pelajaran/ buku bacaan mereka. Dan juga dengan cara belajar seperti ini, anak-anak akan mampu mengekspresikan diri mereka dengan bahasa yang baik dan kosakata yang kaya. Anak-anak juga cenderung menjadi lebih tenang/ stabil dan karakter merekapun akan terdidik. Dan yang tak kalah ajaibnya, anak-anak juga akan mencintai buku mereka (tidak hanya buku cerita!), dan mereka akan suka belajar! Dan saat mereka mencapai tahap ini, tak perlu lagi guru ataupun orangtua menstimulasi keinginan belajar mereka dengan hadiah, nilai dan lain-lain!

Dengan cara seperti ini, anak-anak tidak akan terlalu bergantung pada keberadaan sosok guru yang harus bersusah payah menyediakan alat peraga, materi dengan tampilan yang menarik dan lain-lain. Anak-anak akan mampu “mendidik” diri mereka sendiri melalui buku-buku terbaik yang disajikan bagi mereka. Melalui cara seperti ini, kita sebenarnya sedang membimbing anak-anak kita agar mereka memiliki motto hidup, “I am, I can, I ought, I will” (“Aku sebagaimana aku, aku bisa, aku wajib, aku akan”). Dengan moto seperti ini, mereka belajar menjadi anak-anak yang mengetahui nilai diri mereka, dan memahami kapasitas, kewajiban serta memiliki kehendak yang kuat untuk melakukan kewajiban mereka. Hal ini berkebalikan dengan hanya melakukan apa yang mereka sukai.

Esensi  pendidikan menurut CM adalah bagaimana menarik perhatian anak didik, membangun minatnya, membangun gayanya dalam bertutur kata dengan kosakata yang kaya, membangun rasa cinta pada buku dan meningkatkan kemampuannya berbicara. Dan pendidikan menurut CM sama sekali tidak cukup apabila hanya menyentuh intelektual seseorang namun tidak menyentuh jiwanya! Seorang anak yang membaca buku pelajarannya hanya demi mendapatkan nilai bagus mungkin  mampu menghafal begitu   banyak fakta, namun ia tidak akan benar-benar paham. Bukankah tujuan pendidikan adalah bukan semata-mata untuk intelektual, melainkan juga untuk membentuk anak-anak menjadi manusia-manusia yang memiliki kemampuan, anak-anak yang berbakti, paham akan kewajiban mereka serta mampu berpikir secara obyektif serta terus mau belajar? Dan saat sebagai guru dan orangtua menyajikan mereka buku-buku terbaik secara berlimpah, maka kita dengan leluasa akan menjadi mentor, pembimbing dan teman mereka, tanpa harus menjejel mereka dengan fakta-fakta berjubel secara dipaksakan. Disinilah maksud dari anak-anak kita mampu “mendidik/ mengajar” diri sendiri, atau “self-education” melalui buku-buku terbaik yang disajikan bagi mereka.

Sumber : Disunting bebas dari buku The Original Home Schooling Series by Charlotte Masson Volume 6 Book 1 Chapter 1.