horizontal banner

Tuesday 31 July 2012

Biarkan Anak Melakukannya Sendiri

Ketika anak diberikan kepercayaan untuk melakukan sendiri sesuatu yang biasanya orangtua lakukan untuk anak, anak akan merasa bangga pada dirinya dan hal ini terlihat dari kedua matanya yang berbinar-binar. Dan ketika anak bangga pada dirinya dan percaya bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu yang berguna, ia akan menjadi lebih produktif dan lebih berbahagia:)

Hal ini kami saksikan malam tadi, ketika Yosua kami percayakan untuk memasak telur mata sapi sendiri. Sejak kemarin Yosua diajak Bapaknya untuk belajar memasak sambil menikmati langit di malam hari (baca: masaknya di ruangan terbuka hehe). Nah, malam ini menunya masih sama: telur mata sapi:D Namun karena jam sudah hampir menunjukkan waktu tidur, maka malam ini acara masak-memasak tidak lagi dilakukan di luar melainkan di dapur saja. Berhubung kompornya tinggi dan tinggi badan belum cukup memadai, Yosua memasak sambil naik ke atas kursi (weleh, weleh, harus tetap dalam pengawasan nih). Yosua begitu excited, termasuk ketika hendak memberikan garam sampai-sampai kami harus wanti-wanti untuk hanya memberikan garam seujung sendok kecil karena Yosua begitu bersemangat untuk memasukkan satu sendok penuh garam:D Semua kegiatan dilakukannya dengan bersemangat, mulai dari mengambil piring, sampai menghidangkan nasi dengan telor mata sapi di atas meja untuk disantapnya.


Selain memang Yosua tidak pernah "bermasalah" dalam hal menyantap nasi+telor mata sapi+kecap, tentu kali ini ada sesuatu yang "spesial" dari acara santap-menyantap telor mata sapi, tak lain tak bukan karena santapan kali ini dimasak oleh Yosua sendiri. Mmmm,yummy... :)

Anak Bercerita

Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan. Manusia adalah makhluk sosial,manusia selalu butuh berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan berkomunikasi, kita dapat menyampaikan kebutuhan maupun keinginan kita. Dengan berkomunikasi, kita dapat memenuhi kebutuhan maupun keinginan orang lain. Dengan berkomunikasi, kita dapat bahu-membahu menjadikan dunia ini menjadi lebih baik.

Anak perlu diajarkan berkomunikasi dengan baik. Mereka perlu diajarkan untuk mampu menyampaikan apa yang perlu mereka sampaikan dengan jelas dan dengan tutur kata yang sopan. Salah satu cara mengajarkan anak berkomunikasi adalah dengan bercerita. Beberapa waktu belakangan ini sebelum anak-anak tidur, saya dan suami meminta anak sulung kami, Yosua, untuk bercerita di "panggung". "Panggung dadakan" kami sebelum tidur malam adalah lemari pakaian kami dengan pintunya yang terbuka. Yosua yang memilih "panggung" tempatnya "tampil" tersebut.

Saya masih ingat ketika awal-awal dimana Yosua masih sulit diminta untuk maju ke "panggung", dan masih "sulit" untuk mulai mengeluarkan kata-kata dari mulutnya untuk bercerita. Dari situ bertahap, Yosua mulai "berani" maju ke atas "panggung", dan yang tadinya hanya mengeluarkan 30 kata dalam "ceritanya", kini bertambah menjadi 60 kata, dan kemudian bertambah lagi menjadi 100 kata. Dan malam ini, rekornya pun tembus menjadi 150 kata:) Tidak hanya itu, sekarang tidak lagi kami yang memintanya untuk maju dan bercerita, melainkan Yosua sendiri yang berinisiatif untuk itu.

Dari sini kami belajar, bahwa anak hanya perlu "dipancing" sebelum ia mampu mengeluarkan potensi yang sesungguhnya. Anak hanya perlu diberi kesempatan, sebelum ia yang menciptakan kesempatan itu sendiri. Anak hanya perlu diberikan ruang yang bebas "tekanan" dan ia akan bersukacita untuk menunjukkan yang terbaik dari dirinya:) :)

Monday 16 July 2012

HARI - HARI TANPA ART: SEBUAH PEMBELAJARAN

Sedari kecil, di rumah saya selalu ada ART (Asisten Rumah Tangga). Saat berumahtanggapun, selalu ada ART. Namun sudah beberapa hari belakangan ini, di rumah hanya ada kami: suami, saya, anak-anak. Begitu banyak pembelajaran yang saya (khususnya), suami, dan anak-anak tentunya, alami di hari-hari tanpa ART ini. Sebenarnya, dengan alasan saya harus mengurus 2 anak dan juga harus mengurus bisnis saya, bisa saja selama ART pulang kampung, saya "mengungsi" ke rumah orangtua saya yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah kami (kebetulan di saat bersamaan, suami harus dinas keluar kota). Namun saya masih teringat ucapan suami, bahwa kami, saya, perlu belajar mandiri, baca: "hidup tanpa ART". Dan suami juga menambahkan bahwa, dengan saya "mengungsi" ke rumah ortu saya, maka meskipun anak-anak masih kecil, akan terekam dalam memori mereka bahwa: jika tidak ada ART, silahkan mengungsi ke rumah yang ada ARTnya :) Dan hal ini dapat mempengaruhi tindakan mereka nantinya, yaitu kurang dapat hidup berdikari. Sayapun "mengalah" (selain memang kewajiban istri harus taat suami:) ).

Begitu banyak hal dalam keseharian kami yang menjadi proses pembelajaran bagi saya, sebagai ibu rumah tangga, maupun bagi anak-anak. Ibunya belajar lebih mandiri, begitupun anak-anak. Yang kami pelajari dalam pengalaman ini antara lain:

1. Tugas ART itu sama sekali tidak ringan. Jadi, hargailah mereka sebagaimana seharusnya.

2. Tikus itu suka dengan tempat yang "kotor". Oleh sebab itu, kebersihan dapur harus diprioritaskan melebihi kebersihan ruangan lainnya:)

2. Perlu lebih "care" dengan rumah meskipun sekarang sudah jaman globalisasi dan emansipasi wanita. Adalah hal yang lucu ketika saya tidak tahu kenapa listrik di sebagian ruangan di rumah kami mati, maupun ketika wadah isi air AC di rumah kami sampai luber kemana-mana. Kejadian ini kalau dipikir-pikir, berawal dari saya yang sebelumnya (kalau ada ART), tidak tahu-menahu fungsi setiap saklar di rumah kami dan kapan wadah berisi air AC harus dikosongkan:)

3. Kedua anak saya, meskipun yang 1 masih balita, dan 1 lagi masih batita, mereka belajar beradaptasi 1 sama lain lebih baik ketimbang ketika ada ART. Dalam kondisi tanpa ART, mau tidak mau seringkali sang ibu harus meninggalkan mereka berdua saja tanpa pengawasan jarak dekat. Alhasil, sang kakak belajar lebih mengontrol dirinya untuk tidak "iseng" ke sang adik, dan sang adik belajar untuk tidak sedikit-sedikit memanggil emaknya:)

4. Kalau biasanya sang kakak hampir selalu ada yang menemaninya bermain, kali ini ia belajar lebih berinisiatif untuk menemukan keasyikan dalam bermain sendiri. Ini juga pembelajaran untuk mandiri.

5. Sang adik berkesempatan untuk eksplorasi rumah lebih luas karena emaknya sibuk di dapur (biasanya emaknya jarang banget di dapur).

Ketika kami capek, kami lelah, kamipun menurunkan "standar idealisme" kami dalam rumah tangga dan kami tidur siang bersama, dengan spontan, tanpa terlebih dahulu melakukan rutinitas menjelang tidur siang yaitu ganti baju dll, just take a nap together:) 

Sumber Gambar: Google Gambar

Thursday 12 July 2012

BELAJAR DIMANA SAJA KAPAN SAJA

Sebagai orangtua yang bertekad untuk menerapkan homeschooling ke anak-anak, saya percaya bahwa yang namanya belajar, sebenarnya jauuuuuh lebih luas artinya ketimbang sekedar membaca buku pelajaran . Menurut saya, belajar adalah proses berangkat dari yang sebelumnya "tidak tahu" menjadi "tahu" akan sesuatu hal. 

Sejak awal, saya dan suami berusaha untuk menerapkan kepada anak-anak kami bahwa mereka bisa belajar banyak hal dalam keseharian mereka. Ketika anak laki-laki kami, Yosua, 4,5 tahun, menyiram tanaman, ia belajar fokus, melatih motorik kasar, juga belajar bahwa tanaman adalah makhluk hidup yang butuh makanan seperti halnya manusia. Ketika anak perempuan kami, Ester, 1 tahun, makan makanannya sendiri, ia melatih fokus, motorik kasar, motorik halus, dan melatih kemandiriannya. Ketika Yosua menggambar mobil, ia tidak hanya melatih fokus dan motorik halusnya, ia juga belajar mengenai jenis-jenis mobil dan belajar beragam nama bentuk mulai dari lingkaran, kotak hingga persegi panjang. Belajar dari keseharian, belajar dari apa yang mereka alami, akan jauh lebih efektif, jauh lebih berkesan, ketimbang jika orangtua mengecilkan arti "belajar" menjadi "membaca buku pelajaran menjelang ulangan".

Setiap hal kecil bisa menjadi pembelajaran. Yuk kita buka pikiran kita lebar-lebar, kita tingkatkan kreativitas kita, yuk kita ubah sudut pandang kita mengenai apa itu "belajar", niscaya anak-anak kita akan semaaaaaakin menikmati proses belajar mereka! :)

Tuesday 10 July 2012

AKU HENDAK MEMILIH HOMESCHOOLING



Pertama kali dengar istilah ini adalah ketika saya sedang asyik browsing artikel parenting di internet. Eh, nggak sengaja ketemu dengan istilah yang saat itu belum familiar di telinga. Acara browsing-pun berlanjut. Semakin penasaran dan penasaran saya dibuatnya. Ternyata konsep homeschooling (HS) menurut saya luar biasa. Itks soo cool. Bagaimana tidak? Karena HS ini nampaknya begitu mampu mencapai tujuan saya dan suami dalam hal pendidikan anak. Check this out;) :


1. Orangtua bebas memilih metode pengajaran dan kurikulum pendidikan.

2. Terkait no.1 di atas, saking "bebas"nya, anak tidak terikat dengan peraturan sekolah yang menurut saya pribadi "banyak cengkune"nya: jam 7 start sekolah, pakai seragam ini itu, bla bla bla.

3. Biaya pendidikan langsung mengena sasaran. Bagi saya biaya gedung sekolah itu tidak langsung mengena sasaran. Yes, di HS kita tentu tidak perlu bayar uang gedung toh?;)

4. (Yang 1 ini saya senaaaaang sekali) Anak tidak perlu belajar hal-hal yang "tidak penting". Bagi saya, menghafal berapa panjang dan lebar lapangan voli itu tidak penting sama sekali :D

5. (Yang 1 ini menurut saya juga keren banget) Karena orangtua lebih banyak terjun langsung dalam pendidikan anak, teorinya (mudah-mudahan prakteknya juga demikian) bonding antara anak dan orangtua akan semakin kuat.

6. Anak punya lebih banyak waktu untuk eksplorasi sesuai minat dan bakatnya. Bahkan, anak juga punya lebih banyak waktu untuk mulai belajar terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial.

Isn't it cool or what? :) :) :) (oya 1 lagi, jangan takut dengan istilah HS, karena ini sama sekali bukan berarti bahwa anak akan dikurung di rumah untuk belajar. Not at all! Fiuh, legaaa...)