horizontal banner

Friday 7 October 2011

Anak: Guru Terbaik

Dulu saya pegawai kantoran. Ketemu anak pas hari kerja ya efektif cuma sore atau bahkan malam hari. Yaa pagi ketemulaah beberapa menit;) Ketika saya ngantor, ya otomatis waktu bermain bersama anakpun terbatas. Sekarang sejak saya resign dari kantor dan jadi ibu rumah tangga, waktu bermain bersama anakpun menjadi berlimpah:) Anak saya yang sulung kini berusia 4 tahun, laki-laki. Sedangkan yang perempuan baru berusia 6 bulan. Berhubung si sulung belum sekolah, otomatis sehari-hari ia bermain dengan saya, mulai dari main mobil-mobilan, naik sepeda, sampai bermain huruf dan "lego".

Ketika di kantor, tentu sebagaimana wanita karir, kita banyak berkutat dengan hal-hal yang "besar" dan menyangkut "hajat hidup orang banyak". Berhubung dulu saya bekerja di bidang hukum, maka yang saya tangani pun hal-hal yang menyangkut legalitas dan bahkan perkara hukum yang tidak terlepas dari yang namanya sanksi hukum. Beraaaat....

Sejak menjadi ibu rumah tangga, saya tidak lagi mengurus hal-hal yang menyangkut "hajat hidup orang banyak" tadi melainkan "hanya" mengurus dua anak manusia secara "intens". Yang tadinya saya mengurus hal-hal yang "besaaar", sekarang saya mengurus hal "remeh-temeh". Yang tadinya saya mengurus hal-hal yang "bergensi", sekarang saya mengurus hal-hal yang banyak dilakukan oleh nanny bahkan ART (asisten rumah tangga). Seperti yang terjadi hari ini, bukan hanya menemani si sulung bermain sepeda di dekat rumah sambil mendorong kereta bayi, saya "harus" meladeni si sulung bermain peran menggunakan orang-orangan dan mobil-mobilan miliknya.

"Ayooo sekarang kita mau ke hotel naik motor. Yuuk, Yosua bonceng Michael Jackson", anak saya memang sedang keranjingan dengan hotel tempat kami menginap beberapa waktu lalu. Dan figur Michael Jackson yang saya gunakan sekaligus menjadi alat saya untuk memperkenalkan bahasa Inggris ke anak saya. Kan nanti di dialognya, Om Jacko nggak bisa bahasa Indonesia, otomatis akan memperkenalkan kosakata bahasa Inggris ke anak saya.
" Trus mereka mau kemana?" , tanya anak saya antusias.
" Mereka mau naik lift ke lantai 4.."
" Yaaah tapi Michael Jackson kok nggak bisa berdiriii...?!", mulai sewot dia melihat orang-orangannya yang tidak bisa diberdirikan tegak.
" Bisaaa, makanya kakinya jangan miring doong.."
" Yaaaah, kok kakinya copoooot..?!", rengekan datang lagi.
" Eh ngomongnya gimana..?"
" Tolong Mama.."
Dan sayapun membantunya memasang kembali kakinya yang copot. Dan seterusnya. Cukup seru juga kalau dipikir-pikir yah mainan anak laki-laki:) Hampir sama dengan mainan boneka perempuan sih, semacam seni peran gitu loh :)

Dari anak kita belajar banyaaak mengenai kehidupan ini. Setiap hari, dari hari ke hari, bahkan jam ke jam, saya belajar menjadi manusia yang lebih sabar, lebih mampu mengendalikan diri, lebih menekan ego sendiri, belajar menyelami dunia anak, belajar lebih memahami jalan pikiran anak, belajar mengenai kepolosan, belajar menjadi teladan, belajar memaknai kehidupan yang sesungguhnya. Dan untuk yang terakhir ini, saya semakin menyadari bahwa bukan materi ataupun mainan yang banyak yang paling dibutuhkan anak, melainkan kehadiran kitalah yang paling mereka dambakan. Percuma disuguhi banyak mainan namun kita tidak "ada" untuk mereka. Sebaliknya, masih akan menyenangkan meski tanpa mainan, namun kita hadir buat mereka.

Memang bukan ilmu hukum ataupun ilmu perbankan yang saya dapatkan sejak saya resign kantor, namun justru banyak hal yang lebih penting yang saya pelajari dari guru saya sejak itu: anak memang guru terbaik.. :)


No comments:

Post a Comment