horizontal banner

Thursday 23 May 2013

Kurangi Ketergantungan Pada ART :)


Hidup tanpa asisten rumah tangga? Mmm..mungkin bagi teman-teman yang sudah terbiasa dengan hal ini, hidup tanpa ART tidaklah luar biasa. Namun, ketika pertama kali ditantang suami untuk hidup tanpa ART kok saya rasanya nggak pede ya? Maklum, sejak kecil saya “hidup” dengan keberadaan ART. Dan sejak menikahpun, saya adalah wanita pekerja yang “taunya” cuma kerja pagi sampai sore, kemudian urus anak sampai anak tertidur. Nggak ada tuh dalam kamus saya  yang namanya saya harus mencuci dan menjemur pakaian :) Namun ide itu tercetus pertama kali ketika ART kami memutuskan untuk mengundurkan diri. Saat itu saya tidak melarang beliau untuk mengundurkan diri, karena sebenarnya dalam hati kecil saya, ada keinginan untuk melepaskan “ketergantungan” pada orang lain di dalam hal mengurus rumah tangga.

Hari-hari pertama “hidup” tanpa ART begitu melelahkan. Cuapeeeeek buanget rasanya nih badanJ Padahal kondisinya adalah saya masih “didatangkan” ART ibu saya 3 hari seminggu, dimana beliau tidak menginap. Namun mungkin karena badan ini belum terbiasa, meskipun saya tidak masak, badan terasa sangat capek, tak jarang memicu emosi dan beberapa kali menyebabkan saya “berantem” dengan suami :(

Namun setelah saya jalani beberapa minggu, 1 bulan, 2 bulan, badan ini mulai terbiasa. Yang tadinya mencuci piring menumpuk nampak begituuu berat buat saya, sekarang saya sudah mulai terbiasa tidak menumpuk cucian melainkan berusaha langsung mencuci begitu melihat ada piring kotor di bak. Yang sebelumnya saya hampir tidak pernah memasak, sekarang saya mulai mencoba resep-resep masakan walaupun masih resep sarapan yang mudah dan praktis hehehe. Yang sebelumnya saya sama sekali tidak pernah berkebun, sekarang saya mulai belajar menanam sayuran secara hidroponikJ Yang sebelumnya kurang ada “urgency” untuk mengajar anak melakukan pekerjaan rumah tangga, sekarang kami mulai memberlakukan jadwal pembagian tugas harian bagi anak-anak kami, Yosua (5 tahun) dan Ester (2 tahun).  Yang sebelumnya saya hampir tidak pernah berkomunikasi dengan mereka yang bekerja di lingkungan perumahan kami seperti ART tetangga, hansip maupun tukang yang sedang bekerja di rumah kami, sekarang saya “belajar” berkomunikasi dengan mereka. Dan yang sebelumnya saya hampir tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah tangga yang “remeh-temeh dan kadang jorok”, sekarang mau tidak mau saya harus mengepel, menjemur pakaian, termasuk membuang bangkai tikus! (untuk yang terakhir ini, saya sungguh bangga pada diri saya sendiri hahaha)

Dan lambat laun, apa yang saya dan suami “usahakan” untuk mengajar anak-anak “mandiri” mulai membuahkan hasil. Kami menghargai setiap hasil yang terlihat, sekecil apapun itu. Yosua mencuci piringnya sehabis makan malam (ia baru setuju melakukan ini sehari sekali, jadi baru malam hari hehe), ataupun mengambil tisu untuk membersihkan sisa makanannya yang tumpah di lantai, adalah beberapa contoh kemandirian Yosua yang mulai kami nikmati. Bahkan mencuci sepeda dan membuat cemilan sore adalah beberapa hal yang kadang kami lakukan bersama.







Ketiadaan ART yang standby setiap saat juga memberikan kami privacy yang pooool:)  Kalau dulu saat di meja makan saya dan suami harus “menyeleksi” apa yang bisa kami perbincangkan dan apa yang tidak (maklum, ruang makan kami tidak jauh dari kamar ART), sekarang tidak lagi:)

Kalau dipikir-pikir, ternyata kondisi kami saat ini (ART hanya datang seminggu 3x) jauh lebih menguntungkan dalam segi pembelajaran baik bagi saya, suami, maupun kedua anak kami yang masih kecil. Saya dan suami sungguh berharap, proses pembelajaran ini dapat berjalan semakin baik dan membuahkan kemandirian bagi kami terutama anak-anak sehingga kelak mereka dapat menjadi manusia yang tidak tergantung pada orang lain melainkan menjadi manusia yang bermanfaat bagi banyak orang..amin.


Sumber gambar kartun : anervousticmotion.com

1 comment:

  1. bener banget !!! biasanya tanpa art, keluarga malah jd lbh mesra dan kompak :D

    ReplyDelete