horizontal banner

Thursday 27 September 2012

Pengumuman, Pengumuman: Kami Akan Homeschooling !

Ada yang menarik di acara ulangtahun anak sulung kami, Yosua. Ceritanya, ketika orangtua, mertua, dan saudara-saudara terdekat sudah ngumpul, kamipun melakukan acara persekutuan singkat. Nah, ketika tiba giliran saya  angkat bicara, sayapun “mengumumkan” secara “resmi” kepada mereka bahwa saya dan suami berencana untuk meng-homeschooling-kan kedua anak kami. Dan saya menjelaskan kelebihan-kelebihan homeschooling (HS) kepada mereka, antara lain:
  1. Ternyata HS tidak identik dengan “mengurung” anak di rumah, melainkan memiliki definisi, metode dan kurikulum yang amaaat banyak.
  2. Ternyata untuk menjalankan HS, orangtua tidak dituntut menjadi manusia super, guru yang paham segala ilmu pengetahuan, maupun harus dituntut mendampingi anak 24 jam sehari.
  3. Karena tanggungjawab sepenuhnya di tangan orangtua, konsekuensinya, orangtua “bebas” (baca: tidak ditentukan sekolah) menentukan pendekatan, metode, gaya belajar dan kurikulum pendidikan bagi anak-anaknya.
  4. Karena anak tidak lagi belajar di dalam kelas dengan belasan maupun puluhan anak lainnya, otomatis guru (dalam hal ini orangtua ataupun pendidik lainnya) bisa lebih fokus kepada minat, talenta, gaya belajar dan kemampuan anak tsb. Akibatnya lagi, tidak diperlukan jam belajar yang panjang sehingga anak memiliki waktu lebih banyak untuk mengikuti aneka kursus, bergabung ke berbagai komunitas maupun untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang rumah.
  5. Dan masiiiiih banyak lagi...   
Setelah saya menjelaskan hal-hal di atas, seperti biasa, muncul pertanyaan-pertanyaan yang memang masih termasuk dalam daftar “FAQ” dunia HS, ini di antaranya (termasuk jawaban dari saya):
  1.  Bagaimana dengan pergaulannya nanti kalau tidak pernah ketemu teman? Jawab: anak akan tetap bertemu banyak teman, bahkan juga akan bergaul dengan lintas umur (tidak hanya teman sebaya), yang mana hal ini menjadi keuntungan tersendiri. Mereka bisa mendapat pergaulan dengan teman sebaya dari tempat kursus, komunitas, tetangga, saudara. Mereka punya kesempatan lebih besar untuk bergaul dengan lintas usia, mulai dari pedagang bakso lewat, sampai ketika menjenguk saudara yang sakit misalnya.
  2. Bagaimana dengan pendidikan tingginya nanti kalau anak tidak punya ijazah? Jawab:  peraturan perundang-undangan kita sudah memayungi masalah ini dengan menyediakan ujian kesetaraan bagi siswa HS yang ingin melanjutkan ke sekolah formal. Ujian kesetaraan disini diperuntukkan khusus bagi siswa HS.
  3. Bagaimana jika terjadi peristiwa di luar dugaan, misalnya orangtua menderita penyakit sehingga tidak mungkin lagi menjadi pendamping/ fasilitator bagi anak? Jawab: prinsip dalam HS adalah anak bisa belajar dari siapa saja, apa saja. Tentu untuk membenarkan pernyataan ini, kita perlu menyamakan dulu definisi apa itu "pendidikan", apa itu "belajar". Tentu jika makna "pendidikan" disini semata-mata hanya bicara pendidikan intelektual dan cara belajar haruslah dengan mendengarkan guru, akan sulit apabila kemudian sang "guru" tiba-tiba tidak lagi bisa mengajar. Namun jika kita mengartikan pendidikan sebagai pendidikan karakter dan pendidikan intelektual yang berjalan beriringan, serta mengartikan belajar sebagai kegiatan yang dapat dilakukan dengan memakai sumber tidak hanya dari sosok guru,melainkan juga dari internet, buku, orang lain yg tidak berprofesi guru dll, "kehilangan" 1 orang guru tidak akan menjadi masalah disini.
  4. Bagaimana dengan kurikulumnya? Dapat darimana? Jawab: saat ini, terdapat metode maupun kurikulum HS yang sangaaat banyak, baik dari dalam maupun luar negri. Orangtua tinggal memilih yang paling cocok dengan kebutuhan keluarga.
  5. Bagaimana dengan orangtua yang bekerja? Apakah sempat mengajar anak-anaknya seperti ini? Jawab: Yes, memang ini tidak mudah. Dibutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang matang sebelum sebuah keluarga memutuskan untuk meng-HS-kan anak-anak mereka. Namun di sisi lain, hal ini bukan berarti lantas orangtua harus menunggu sampai menjadi manusia super dulu baru berhak menjalankan HS. Apakah HS itu sesuatu yang memberatkan orangtua? Apakah HS itu tidak layak dilaksanakan? Apakah HS terlalu menuntut banyak pengorbanan? Semua jawaban atas pertanyaan ini ada di diri orangtua sendiri. Jika orangtua ingin bertanggungjawab penuh atas pendidikan anak-anak mereka, bukan menyerahkan begitu saja pada lembaga bernama sekolah, dan orangtua ingin berjuang dengan segenap tenaga, waktu dan akal budinya untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki karakter dan intelektual yang mumpuni sehingga kelak dapat berguna bagi Tuhan, alam dan sesamanya, maka akan jauh lebih mudah bagi orangtua untuk mau berpikir, menyusun ulang prioritas hidupnya,  dan mengatur waktu sebaik mungkin antara mencari nafkah dan mendidik anak-anaknya.
Artikel ini tidak akan menjawab semua pertanyaan mengenai mengapa keluarga kami memilih HS yang rencananya akan secara full kami laksanakan tahun depan ketika Yosua hendak masuk ke bangku SD, namun paling tidak, artikel ini mudah-mudahan dapat sedikit memberi pencerahan kepada kita semua mengenai alasan mengapa kami memilih homeschooling.

Sumber Gambar: susanevans.org

2 comments: